Rabu, 21 November 2012

TUGAS KELOMPOK


Achmad Rusdiansyah 15209331
Rika wika 10209952
Yunita Dianti 14209364
Etika bisnis “iklan Provider di Indonesia”
Indosat
Im3 adalah salah simkart yang popular dilingkungan pelajar dan mahasiswa. Im3 adalah simkart yang harganya terjangkau sehingga memikat banyak kalangan. Karna mayoritas pelajar menggunakan simkart maka para orang tuya ikut menggunakan im3 untuk melancarkan komunikasi antara orang tua dan anak.
Dalam promosi sejauh ini indosat tidak pernah membandingan dengan simkart yang lain atau menjatuhkan simkart yang lain. Menurut saya indosat mempunyai etika yang baik dalam mempromosikan produknya. Saya asalah pengguna im3 sudah selama 4tahun dan saya sangat menikmati produk ini. Sms nya yang murah kesemua operator membuat banyak orang tertarik. Tarif tlpn nya pun semian murah nya jadi mempermudah kita berkomunikasi.
Untuk masalah jaringan selama ini tidak pernah bermasalah tetapi terkadang ada masalah sedikit untuk indosat modem. Teman-teman saya banyak yang menggunakan im3 dan terbukti sms nya muarah.

Simpati
Etika provider telkomsel dalam membuat sebuah iklan Jika mengingat iklan telkomsel, paasti lah yang paling d ingat adalah iklan telkomsel yang bersaing dengan XL , saya rasa mungkin semuanya sudah mengetahuinya.betapa sengitnya perang antara provider telkomsel dan xl ini bisa kita lihat pada layar kaca tidak lebih dari 2 minggu  pastilah kedua provider telekomunikasi itu sudah berganti iklan , pada awalnya saya pikir hanya iklan biasa tapi makin lama saya perhatikan , kedua provider telekomunikasi di indonesia ini bukan hanya menawarkan produkanya saja akan keunggulan produk dari provider telekomunikasi tetapi kalau kata pepatah “ada udang dibalik batu” yang artinya selain beriklan mewarkan produk juga mulai membanding-bandingkan provider kompetitorny.
Tapi itu dulu, sekarang iklan Simpati banyak menanyangkan tentang prestasi anak bangsa, seperti prestasi Agnes Monica dalam berkarir selalu energic. Terakhir terakhir ini iklan Simpati lebih menekankan kepada anak muda yang selalu eksis di youtube untuk mengupload video mereka dalam menirukan gaya agnes disaat menari, dengan iming iming hadiah yang menarik. Dan yang terbaru adalah Agnes dalam singgel terbarunya hanya di Simpati.
Etika bisnis Simpati dalam membuat sebuah iklan kali ini lebih inovatif dan kreatif, tidak ada sindir menyindir dan mengintimidasi pihak lawan, yang membuat iklan ini jadi persaingan yang sehat.



XL
XL adalah provider telekomunikasi besar yang ada di indonesia banyak hal yang ia tampilkan dan ia berikan untuk memberikan pelayanan yang ekstra untuk para pelanggan setianya.
oke kali ini iklan XL yang sang model iklan tersebut omesh bilang ciuuuss miapah? mungkin sedang trend dikalangan para pemuda/i indonesia ya iklan tersebut memberikan hal yang menarik untuk kalangan muda indonesia. tentu saja sebelum itu ada beberapa paket-paket dan kelebihan dari XL yang ditampilkan pada iklan tersebut. pada iklan ini admin sangat tertarik dan terlihat fresh saat sang model iklan bilang ciusss miapah? hal itu membuat admin ingat banyak sekali teman admin yang bilang begitu di socmed yang mereka miliki . dan satu lagi sebulum ciuss miapah? ada kata kata untuk memikat hati sang wanita. dan ada suara modal dikit mau dapet banyak itu terlihat sangat menarik dan lucu buat saya. dengan fenomena yang ada.
selain itu masih ada lagi iklan XL yang sudah ada dimedia digital yang di indonesia tapi itu yang sangat membuat saya menarik.
Dan untuk Etika bisnis yang saksikan untuk iklan-iklan yang sekarang XL lebih hidup lagi dengan banyak nuansa fenomena yang lagi trend dikalangan pemuda/i. dan pada iklan yang lainya XL lebih menunjukan keunggulan fitur-fitur dan kecepatan akses internet XL yang begitu cepat. Ini memberikan kesan yang baik dengan tidak adanya persaingan walaupun mereka sering kali ganti-ganti iklan jika pesaingnya memunculkan iklan dan fitur baru.

Kesimpulan.
Kesimpulan yang kami dapat dalam kelompok tugas tentang provider ini. Semua provider yang menjadi subjek untuk penulisan tugas ini lebih melihatkan fitur-fitur yang ada pada provider nya. Dan tentu saja keunggulan masing masing produk tersebut. Dan kami melihat dan menyaksikan di Televisi jika salah satu provider tersebut membuat iklan baru dan fitur baru maka provider yang lain nya mengikuti atau lebih baik. Mungkin ini dimaksudkan agar loyalitas penguna provider mereka tidak terpengaruh dengan produk yang lain dan semakin setia karena keunggulan yang mereka berikan sangat terasa untuk konsumen nya.

Rabu, 14 November 2012

Corporate Social Responsibility (CSR)

  1. Pengertian CSR
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan,  shareholder (pemegang saham), komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Sedangkan Teguh Sripambudi (Puspensos, 2005:18) mengemukakan pengertian CSR dalam versi Word Bank, dimana CSR adalah komitmen dunia usaha untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan bekerjasama dengan tenaga kerja dan organisasi representasinya, dengan masyarakat lokal dan dengan masyarakat dalam lingkup yang lebih luas, untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara yang menguntungkan kedua belah pihak baik untuk dunia usaha maupun untuk pembangunan.
CSR adalah suatu kegiatan yang sukarela sehingga perusahaan dapat atau tidak melakukannya. Tetapi pada perkembangan era globalosasi saat ini CSR menjadi tuntutan pilihan yang tidak bisa dihindarkan lagi karena suka tidak suka kegiatan CSR harus dikerjakan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap shareholder (pemegang saham). Bila CSR benar-benar dijalankan secara efektif maka dapat memperkuat atau meningkatkan akumulasi modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial, termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Tentu ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan juga perusahaan.

B. Manfaat kegiatan CSR bagi masyarakat adalah :
a.         Membantu pemerintah dalam memberantas kemiskinan
b.         Membuka ruang kerja bagi masyarakat
c.         Membantu menangani dan menyelesaikan masalah lingkungan
d.         Memberi kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
e.         Memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri
f.          Menanamkan tingkat kesadaran dengan membuka usaha dengan menjalankan sistem daur ulang

C. Keuntungan dari Kegiatan CSR dalam perusahaan adalah
a.         Meningkatkan Citra Perusahaan
b.         Memperkuat “Brand” Perusahaan
c.         Mengembangkan Kerja Sama dengan Para Pemangku Kepentingan
d.         Membedakan Perusahaan dengan Pesaingnya
e.         Menghasilkan Inovasi dan Pembelajaran untuk Meningkatkan Pengaruh Perusahaan
f.          Membuka Akses untuk Investasi dan Pembiayaan bagi Perusahaan
g.         Meningkatkan Harga Saham
Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan dari bisnisnya. Dengan melakukan CSR tujuan ini dapat terpenuhi. Karena perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan jika keberadaan suatu perusahaan tersebut dapat tetap ada dalam jangka waktu yang panjang.

Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR dan Tantangan yang dihadapi serta Strategi yang digunakan.
Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR dan Tantangan yang dihadapi serta Strategi yang digunakan.

Oleh:
Oldy Arnoldy(C2B008061)
Magister Manajemen Universitas Jambi
Angkatan 10 – Kelas Malam

Riset dan penelitian menunjukkan, bahwa praktik CSR yang dilakukan perusahaan, kini tidak hanya sekedar mencegah risiko reputasi saja, melainkan berpeluang dalam membangun pertumbuhan (growth). Sebuah studi yang dilakukan IBM baru-baru ini kepada 250 orang pemimpin bisnis di seluruh dunia juga menegaskan adanya tren ini. Berikut ini adalah beberapa temuan penting dari studi tersebut:

◦ 68 persen dari bisnis yang disurvei sudah berfokus pada aktivitas CSR, dan 54 persen diantaranya percaya bahwa CSR akan memberikan keunggulan bagi mereka.

◦ Meskipun konsumen yang mendorong adanya CSR, namun nyatanya 76 persen dari responden mengaku bahwa mereka tidak memahami apa yang menjadi perhatian CSR konsumen. Bahkan hanya 17 persen yang benar-benar bertanya.

◦ 3/4 responden mengaku bahwa jumlah informasi tentang mereka yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Menurut George Pohle dan Jeff Hittner dari IBM, terdapat tiga dinamika yang harus dipahami oleh perusahaan dalam keterlibatannya dengan CSR:


Information – From Visibility to Transparency

Supaya terjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen maupun stakeholder, maka perusahaan harus mengadopsi teknologi maupun praktek bisnis yang memungkinkan para stakeholder untuk memperoleh informasi kapanpun dan dimanapun mereka berada, Misalnya, perusahaan perusahaan infrastruktur memungkinkan pelanggan untuk berpindah sumber energi berdasarkan ketersediaan sumber yang paling ramah lingkungan secara real time. Atau telepon seluler yang dapat men-scan bar code produk supaya memunculkan informasi yang diinginkan pengguna, mulai dari bahan-bahan hingga energi yang digunakan untuk membuatnya.

Jika sebelumnya transparansi dan akuntabilitas memang jarang diimplementasikan di masa lalu, namun kini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang terlibat dengan banyak pihak. Ini bukan hanya masalah menyediakan informasi lebih banyak, melainkan informasi yang bernar. Perusahaan yang memberikan informasi relevan akan memenangkan kepercayaan dari konsumen, sehingga tercipta platform pertumbuhan yang kuat.

Impact on Business – From Cost t Growth

Perusahaan memandang CSR sebagai biaya izin untuk berbisnis di pasaran. Karena jika mereka gagal memenuhi regulasi lokal maupun global, maka reputasi merek ataupun perusahaan jadi taruhannya. Namun, kini perusahaan mulai memandang CSR sebagai sarana dalam menemukan ide produk baru, diferensiasi, menekan biaya, mempercepat entry pasar, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik dalam talent wars.

CEMEX misalnya, menyediakan diskon bagi pelanggan dengan pendapatan rendah dan membolehkan mereka untuk membayar material secara mingguan. Ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses material berkualitas tinggi dengan harga sekitar 2/3nya saja. Nyatanya, in
i justru memperluas pasar dan mendorong penjualan CEMEX. Segmen ini tumbuh 250% per tahunnya.
Perusahaan juga memandang bahwa inisiatif CSR dapat mengurangi struktur biaya secara keseluruhan ataupun meningkatkan produktivitas. Canadian pulp and paper, misalnya, berhasil mengurangi emisinya sebanyak 70% dan energi sebanyak 21% sejak 1990. Pada 2005 dan 2006, perusahaan berhasil menghemat sebanyak $4.4 juta untuk pengurangan konsumsi bahan bakar sebesar 2%.

Relationships - From Containment To Engagement

Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis mematuhi standar lingkungan masyarakat.

Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya. Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi, serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh akses serta memperoleh hasil lebih mudah.

Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian. Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba naik 22% pada 2006 hingga 2007


Sumber
Rinella Putri, 2008. Strategi CSR Juga Mendorong Growth.
http://vibiznews.com/journal.php?id=104&page=str_mgt
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/09/12/implementasi-csr-untuk-pemberdayaan-masyarakat/
http://www.pln.co.id/?p=129

Selasa, 06 November 2012

PERLINDUNGAN KONSUMEN


PERLINDUNGAN KONSUMEN
KASUS
Sering kali tidak puas dengan apa yang telah kita beli, kemudia kita komplain namum solusi nya juga sering tidak memuaskan. Sebagai konsumen kita sering tidak di hargai oleh produsen atau penjual , padahal ada selogan yang menyatakan bahwa pe,beli adalah raja.
Perlindungan Konsumen sangatlah penting di Indonesia ini, karena sudah banyak kasus – kasus mengenai pelanggaran perlindungan konsumen. Masih banyak konsumen yang tidak mengerti akan hak-hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Demikian pula halnya dengan para pelaku usaha.
KONSEP
Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen atau pelaku usaha tersebut.Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memanag telah di terbitkan namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang itu sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam undang undang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen yang tentunya berkaitan dengan tanggung jawab produsen (pelaku usaha) dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. contohnya adalah, Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
Peristiwa peristiwa seperti itu tentunya sangat merugikan konsumen, maka seharusnya pelaku usaha bertanggung jawab dengan kejadian tersebut sebagai implementasi dari undang undang nomor 8 tahun 1999. Untuk memperjelas masalah akan tanggung jawab pelaku usaha maka makalah ini akan membahas mengenai masalah tanggung jawab pelaku usaha tersebut

Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Contoh Kasus
“Klausula Baku Perlindungan Konsumen Parkir”
Bayangkan bila suatu saat anda memarkir kendaraan anda di lokasi parkir yang resmi dan berkarcis, kemudian saat anda hendak meninggalkan lokasi, ternyata kendaraan anda lenyap tak berbekas. Padahal karcis, kunci dan STNK masih di tangan anda. Tindakan apakah pengelola yang akan anda lakukan? Melapor ke pengelola parkir tentunya. Kemudian pihak pengelola parkir akan menampung laporan anda dan membuatkan Surat Tanda Bukti Lapor (STBL).
Sayangnya, bila anda tidak ngotot memperjuangkan hak anda, besar kemungkinan laporan anda akan berakhir dengan pernyataan pelepasan tanggung jawab oleh pihak parkir. Dasar yang mereka pakai biasanya adalah klausula yang tercantum dalam (hampir semua) karcis parkir resmi. Klausula itu umumnya berbunyi ”pengelola parkir tidak bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan atau kehilangan kendaraan berikut isinya”.
Ironisnya, klausula baku di bidang perparkiran ternyata dilegalkan Pemprov DKI Jakarta melalui Perda No 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran. Pasal 36 ayat (2) Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1999 menyatakan: “Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di dalam petak parkir merupakan tanggung jawab pemakai tempat parkir“.Lantas, apa yang harus dilakukan?bagaimana kaitan hal tersebut dengan dengan undang undang perlindunhan konsumen?

Analisis kasus

Hubungan antara pemilik kendaraan yang diparkir dengan pihak pengelola parkir sesungguhnya adalah hubungan antara konsumen dengan produsen (jasa). Konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) pasal 1 butir 2 adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan.
Sebagaimana umum terjadi, hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha seringkali bersifat subordinat. Kedudukan produsen/pelaku usaha yang lebih kuat salah satunya dilakukan dengan menetapkan syarat-syarat sepihak yang harus disetujui dan diikuti oleh konsumen.
Syarat sepihak ini dikenal pula dengan istilah ”klausula baku”. Bisnis perparkiran sendiri sebenarnya adalah bisnis yang menjanjikan keuntungan besar bagi pengelolanya. Karena itu jaminan perlindungan hukum kepada konsumen parkir harus lebih diseimbangkan.
Pengertian klausula baku terdapat dalam pasal 1 butir 10 UUPK yang menyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Sesungguhnya pencantuman klausula baku ini telah dilarang oleh UUPK. Mengenai larangan pencantuman klausula baku, Pasal 18 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, di antaranya apabila klausula tersebut menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha dan menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berwujud sebagai aturan baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. Pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas yang pengungkapannya sulit dimengerti.
Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan tersebut dinyatakan batal demi hukum. Dalam penjelasan UUPK dinyatakan bahwa larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak, di satu sisi, memang seolah-olah mengesahkan keberadaan klausula baku tersebut.
Selama para pihak yang terlibat setuju-setuju saja maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Namun di sisi lain asas kebebasan berkontrak tidaklah adil bila diterapkan pada dua pihak yang memiliki posisi tawar yang tidak seimbang.
Dalam kasus ini kedudukan konsumen memang lebih rendah jika d bandingkan pelaku usaha yang seharusnya adalah tidak demikian. Dalam pasal 9 ayat 1 UUPK jelas di sebutkan bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Jadi dalam kasus ini undang undang yang ada tidak sejalan dengan kenyataan yang terjadi.

Kesimpulan
1.      UU No.8 tahun 1999 Pasal 19, tanggung jawab pelaku usaha:
a.       Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
b.      Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
d.      Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
e.       Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
2.      Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa hingga saat ini perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumen sering kali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual. Pelanggaran- pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus segera menangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan konsumen atau jaminan terhadap konsumen.

Sumber
·         Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.