PERLINDUNGAN KONSUMEN
KASUS
Sering kali tidak puas dengan apa
yang telah kita beli, kemudia kita komplain namum solusi nya juga sering tidak
memuaskan. Sebagai konsumen kita sering tidak di hargai oleh produsen atau
penjual , padahal ada selogan yang menyatakan bahwa pe,beli adalah raja.
Perlindungan Konsumen sangatlah
penting di Indonesia ini, karena sudah banyak kasus – kasus mengenai
pelanggaran perlindungan konsumen. Masih banyak konsumen yang tidak mengerti akan
hak-hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Demikian pula halnya dengan para
pelaku usaha.
KONSEP
Perlindungan
konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap
produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha. Namun dalam
kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen
atau pelaku usaha tersebut.Undang undang tentang perlindungan konsumen ini
memanag telah di terbitkan namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari
undang undang itu sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang
ada dalam undang undang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus
banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen yang
tentunya berkaitan dengan tanggung jawab produsen (pelaku usaha) dalam
tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.
contohnya adalah, Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan
produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi
ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
Peristiwa
peristiwa seperti itu tentunya sangat merugikan konsumen, maka seharusnya
pelaku usaha bertanggung jawab dengan kejadian tersebut sebagai implementasi
dari undang undang nomor 8 tahun 1999. Untuk memperjelas masalah akan tanggung
jawab pelaku usaha maka makalah ini akan membahas mengenai masalah tanggung
jawab pelaku usaha tersebut
Hak-hak
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen
adalah :
- Hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
- Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,
demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Contoh Kasus
“Klausula Baku Perlindungan
Konsumen Parkir”
Bayangkan
bila suatu saat anda memarkir kendaraan anda di lokasi parkir yang resmi dan
berkarcis, kemudian saat anda hendak meninggalkan lokasi, ternyata kendaraan
anda lenyap tak berbekas. Padahal karcis, kunci dan STNK masih di tangan anda.
Tindakan apakah pengelola yang akan anda lakukan? Melapor ke pengelola parkir
tentunya. Kemudian pihak pengelola parkir akan menampung laporan anda dan
membuatkan Surat Tanda Bukti Lapor (STBL).
Sayangnya,
bila anda tidak ngotot memperjuangkan hak anda, besar kemungkinan laporan anda
akan berakhir dengan pernyataan pelepasan tanggung jawab oleh pihak parkir.
Dasar yang mereka pakai biasanya adalah klausula yang tercantum dalam (hampir
semua) karcis parkir resmi. Klausula itu umumnya berbunyi ”pengelola parkir
tidak bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan atau
kehilangan kendaraan berikut isinya”.
Ironisnya,
klausula baku di bidang perparkiran ternyata dilegalkan Pemprov DKI Jakarta
melalui Perda No 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran. Pasal 36 ayat (2) Perda DKI
Jakarta No. 5 Tahun 1999 menyatakan: “Atas hilangnya kendaraan dan atau
barang-barang yang berada di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama
berada di dalam petak parkir merupakan tanggung jawab pemakai tempat
parkir“.Lantas, apa yang harus dilakukan?bagaimana kaitan hal tersebut dengan
dengan undang undang perlindunhan konsumen?
Analisis kasus
Hubungan
antara pemilik kendaraan yang diparkir dengan pihak pengelola parkir sesungguhnya
adalah hubungan antara konsumen dengan produsen (jasa). Konsumen menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) pasal 1
butir 2 adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan.
Sebagaimana
umum terjadi, hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha seringkali bersifat
subordinat. Kedudukan produsen/pelaku usaha yang lebih kuat salah satunya
dilakukan dengan menetapkan syarat-syarat sepihak yang harus disetujui dan
diikuti oleh konsumen.
Syarat
sepihak ini dikenal pula dengan istilah ”klausula baku”. Bisnis perparkiran
sendiri sebenarnya adalah bisnis yang menjanjikan keuntungan besar bagi
pengelolanya. Karena itu jaminan perlindungan hukum kepada konsumen parkir
harus lebih diseimbangkan.
Pengertian
klausula baku terdapat dalam pasal 1 butir 10 UUPK yang menyatakan bahwa
klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen.
Sesungguhnya
pencantuman klausula baku ini telah dilarang oleh UUPK. Mengenai larangan
pencantuman klausula baku, Pasal 18 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian,
di antaranya apabila klausula tersebut menyatakan pengalihan tanggungjawab
pelaku usaha dan menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berwujud
sebagai aturan baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
Pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
Setiap
klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan tersebut dinyatakan batal demi hukum. Dalam
penjelasan UUPK dinyatakan bahwa larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan
kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan
berkontrak. Asas kebebasan berkontrak, di satu sisi, memang seolah-olah
mengesahkan keberadaan klausula baku tersebut.
Selama para
pihak yang terlibat setuju-setuju saja maka tidak ada yang perlu
dipermasalahkan. Namun di sisi lain asas kebebasan berkontrak tidaklah adil
bila diterapkan pada dua pihak yang memiliki posisi tawar yang tidak seimbang.
Dalam kasus
ini kedudukan konsumen memang lebih rendah jika d bandingkan pelaku usaha yang
seharusnya adalah tidak demikian. Dalam pasal 9 ayat 1 UUPK jelas di sebutkan
bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan. Jadi dalam kasus ini undang undang yang
ada tidak sejalan dengan kenyataan yang terjadi.
Kesimpulan
1. UU No.8 tahun 1999 Pasal 19,
tanggung jawab pelaku usaha:
a.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran,dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan.
b.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
d.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
e.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.
2. Berdasarkan pembahasan diatas
maka kami menyimpulkan bahwa hingga saat ini perlindungan konsumen masih
menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumen sering kali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran
oleh produsen atau penjual. Pelanggaran- pelanggaran yang terjadi saat ini
bukan hanya pelanggaran dalam skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala
besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan.
Pemerintah harus segera menangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen
harus menanggung kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak
adanya perlindungan konsumen atau jaminan terhadap konsumen.
Sumber
·
Undang-undang
nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar